Palu, MediaSulteng.com – Lingkar Studi Aksi dan Demokrasi Indonesia (LS-ADI) menyoroti kinerja Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tengah (Tengah) menyusul penghentian kasus dugaan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pembayaran hutang jembatan IV Palu.
Protes mereka sampaikan dalam aksi unjuk rasa di depan Kantor Kejati Sulteng, Jumat 2 Juli 2021. Selain berorasi, mereka juga mengusung keranda jenazah sebagai cerminan matinya penegakan hukum.
Dalam rilisnya, LS ADI menganggap Kejati Sulteng saat ini yang dipimpin Jacob Hendrik telah masuk angin dan gagal menjalankan tugasnya dalam penegakan hukum dan keadilan di Sulteng.
LS- ADI dalam aksi unjuk rasa ini dengan tegas menuntut pencopotan Kajati Sulteng.
Untuk diketahui, dalam kasus ini Kejati telah memeriksa 53 saksi dan telah menetapkan 3 tersangka pada Agustus 2020 silam. 3 tersangka yakni inisial ID dan S dari birokrat Pemkot Palu serta NMR dari PT. Global Daya Manunggal (GDM).
Penetapan tersangka dilakukan setelah pihak Kejati menemukan alat bukti yang cukup dimana terjadi tindak pidana korupsi secara bersama-sama.
Berupa adanya duplikasi pembayaran terhadap item pekerjaan tambahan senilai Rp1,7 miliar dan pembayaran penyesuaian harga eskalasi secara tidak sah tanpa review dari APIP seperti BPKP senilai Rp.12 miliar, dimana pembayaran seharusnya dilakukan pada tahun 2007 sehingga merugikan keuangan negara sekitar Rp14,5 Miliar lebih.
Mantan Wali Kota Palu Rusdi Mastura dan mantan ketua DPRD Kota Palu Ikbal Andi Magga bahkan telah mengaku pernah diiming-imingi sejumlah uang.
Sejumlah Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD Palu mengaku tidak dilibatkan dalam proses pembahasan anggaran pembayaran hutang tersebut.
Kemudian dalam proses penyidikan, seorang mantan Anggota DPRD Palu mengembalikan uang sebesar Rp50juta yang diduga hasil suap dari PT DGM kepada Anggota DPRD Palu.
Dari rilis yang diterima Media, pihak LS ADI sangat menyayangkan terbitnya SP3 atas perkara tersebut.
Karenanya LS ADI mencurigai penghentian kasus tersebut akibat adanya persekongkolan untuk mengamankan para pelaku dugaan Tipikor yang melibatkan orang-orang besar ini.
Meskipun penutupan kasus diakibatkan habisnya waktu dalam penyelidikan dan tidak cukupnya bukti yang di dapatkan.
LS-ADI sendiri mengaku telah mengawal penyidikan kasus dugaan korupsi Jembatan Palu IV ini dari akhir tahun 2019.
Dengan melaksanakan aksi sebanyak 6 kali dan 3 kali aundiensi dengan pejabat Kejati yang menangani kasus ini dengan harapan bisa mendorong Kejati dalam pengungkapan kasus.
“Dari awal kami sudah menduga-duga kasus ini akan bernasib sama dengan kasus asrama haji. Dengan terus-terusan beralasan masih dalam pendalaman sehingga tidak bisa menyampaikan perkembangan penanganannya hingga berlarut dan hilang ditelan bumi,”
Sudah 3 kali pergantian Kajati, dan rotasi pejabat-pejabat yang menangani, akhirnya kasus ini diberhentikan (SP3).
Bahkan beberapa waktu lalu beredar pamflet yang menyatakan sikap dari Kajati Sulteng saat ini, Jacob Hendrik Pattipeilohy bertuliskan
“selama saya bertugas di Sulteng, tidak ada sejengkalpun ruang untuk koruptor”.
Pernyataan Kajati itu menurut LS ADI nampaknya hanya bualan untuk pencitraan semata.
Sebelumnya, pihak Kejati Sulteng dalam siaran persnya mengumumkan pemberhentian penyidikan (SP3) kasus tersebut. Melalui surat SP3 nomor : /P.2.3/KPH/06//2021 pada tanggal 30 juni 2021.(***)