Palu, MediaSulteng.com – Sepertinya niat Kepala Kejaksaan Tinggi Sulteng, Jacob Hendrik Pattypeilohy SH.MH untuk memberikan pelayan maksimal terhadap penegakan hukum di Sulawesi Tengah hanyalah lipstick semata , pasalnya hingga kini belum satupun kasus “baru” yang berhasil diungkap olehnya selama kepemimpinannya.
Saat ini, jajaran Kejaksaan Tinggi Sulteng telah nyaman berkantor di gedung Baru Kejati Sulteng yang telah rampung dibangun oleh BUMN PT Waskita dengan pagu mencapai Rp107.119.311.000.
Sayangnya , pasca menempati gedung mewahnya yang baru selesai dibangun dengan uang rakyat tersebut, Korps Adhyaksa kembali diguncang skandal pemerasan yang diduga kuat dilakukan oleh oknum Jaksa senior dilingkup Kejaksaan Tinggi tersebut.
Tidak tanggun-tanggung, nilai uang yang digelontorkan “Paksa” oleh terdakwa narkotika yakni Risaldhy mencapai Rp.700.000.000,-. Sebuah nilai fantastis untuk sebuah janji barter tuntutan dalam ruang persidangan , uang habis putusanpun melambung hingga batas maksimal.
Terdakwa Risaldhy harus menjalani 15 tahun Hukuman penjara oleh Pengadilan Negeri Palu atas kasus narkotika yang didakwakan padanya, ibarat pepatah “ sudah jatuh ketimpa tangga “ .
Aliran dana Rp700 juta itu sebagai kesepakatan agar oknum Jaksa Arifuddin menuntut rendah terdakwanya 8 tahun atas kasus narkotika dan akan divonis 6 tahun.
Sebelumnya, sang oknum Jaksa tersebut mengancam akan menuntut terdakwa dengan pidana maksimal yakni Pidana seumur hidup bila tidak menyiapkan dana senilai Rp.700 juta tersebut.
Sayangnya janji sang Jaksa meleset, Risaldhy malah divonis 15 tahun Penjara, uang sogokan habis penjara menanti.
Dilansir dari media.alkhairaat.id, terbitan Kamis (17/03/2022), Putusan ini membuat berang pihak keluarga dan menuntut kepada oknum jaksa mengembalikan uang tersebut. Sang oknum Jaksa berkelit ,bahkan dirinya menyampaikan bahwa uang tersebut telah habis di distribusikan ke Pimpinan dan pihak lainnya.
Pihak keluarga tidak mau tau, merekapun menempuh jalur hukum. Melalui kuasa hukumnya, Riswanto Lasdin lalu melayangkan somasi/teguran hukum pertama pada 10 Februari 2022, somasi kedua pada 22 Februari 2022 kepada oknum jaksa Arifuddin merupakan JPU pada Kejaksaan Tinggi perkara Nomor : 464 /Pid.sus/2021/PN.Pal tapi tidak ditanggapi dengan itikad baik.
Bahkan, hingga surat somasi ketiga dilayangkan pada tanggal 9 Maret 2022 dengan batas waktu hingga hari kamis (17/03/2022), sang Jaksa tetap abai walau surat tersebut tembusannya ke Kejaksaan Agung.
“Tapi hingga batas akhir tersebut , belum ada itikad baik dari yang bersangkutan,” kata Riswanto Lasdin, turut didampingi rekannya Muhammad Irfan Umar , di Kantor Advokat dan Auditor Hukum Riswanto Lasdin, S.H.,M.H.,C.L.A & Partners , di Palu.
Terungkap pula bahwa dalam perkara ini, Kuasa hukum keluarga telah berulang kali melakukan pertemuan bersama Aspidum, Asintel, koordinator pidum kejaksaan tinggi (Kejati) Sulteng, 3 Februari, 22 Februari, 24 Februari dan 8 Maret 2022 pada intinya kejaksaan tinggi akan memfasilitasi pengembalian uang kliennya.
Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejaksaan Tinggi Sulteng, Reza Hidayat Lawali SH kepada portalsulawesi mengatakan bahwa dalam kasus ini , Oknum jaksa tersebut telah di Non-Aktivkan dari penugasannya.
“Bahwa saat ini sedang dilakukan eksaminasi terhadap perkara yang dimaksud untuk mengetahui ada atau tidaknya pelanggaran terhadap SOP, perkembangan lebih lanjut akan kami sampaikan kembali hasilnya” Ungkap Reza ( 20/03/2022).
Reza juga menambahkan bahwa apabila ditemukan ada oknum kejaksaan yang melakukan penyimpangan maka akan ditindak tegas sesuai dengan ketentuan.
“Pimpinan Kejati akan mengusut tuntas secara cepat dan sangat serius menanggapi laporan tersebut, begitu di eksaminasi ,Yang bersangkutan langsung dibebastugaskan “ kata kasipenkum Kejati Sulteng.
Kasus ini jelas mencoreng nama Korps Adhyaksa , disaat Jaksa Agung tengah garangnya memberantas mafia proyek dan penyimpangan prilaku Jaksa , di Sulteng malah Jaksa terkesan santai “menikmati “ hasil setoran terpidana Narkotika sembari enteng berkata telah habis dibagi-bagi.
Sesumbar Kepala Kejaksaan Tinggi , Jacob Hendrik Pattypeilohy SH.MH untuk menjadikan lingkungan kerjanya sebagai Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) adalah omong kosong dan lipstick. Nyatanya dilingkup terdekatnya malah asik menikmati hasil saweran oknum Jaksa yang telah resmi dilaporkan tersebut.
Patut diduga, kejadian yang menimpa Risaldhy juga pernah menimpa para terpidana lainnya, hanya saja mungkin mereka enggan dan takut melaporkan hal tersebut.
Pemerhati Hukum dari lembaga hukum Progresif Sulteng, Abdul Razak SH mengatakan bahwa Kepala Kejaksaan Tinggi harus berani membuka diri mengungkap siapa semua pihak dilingkupnya yang menerima saweran uang dari Oknum Jaksa tersebut, hal ini penting untuk menjaga marwah Kejati Sulteng.
“Kajati harus berani transparan ungkap kebenaran aliran dana yang dimaksud anggotanya, jika tidak maka jangan salahkan masyarakat jika menganggap Kajati turut serta menikmati aliran uang hasil pemerasan tersebut “ tegasnya.***
Penulis : Heru