Parimo, MediaSulteng.com – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sulawesi Tengah (Sulteng) mensinyalir alih fungsi lahan yang tidak terkendali dan kurangnya vetegasi menyebabkan banjir bandang di Desa Torue, Kabupaten Parigi Moutong (Parimo) Kamis 28 Juli 2022.
Curah hujan tinggi disertai angin yang melanda empat dusun Desa Torue berakibat banjir bandang disertai material potongan-potongan kayu, lumpur dan pasir. Tidak hanya material, banjir ini juga menelan korban jiwa dan kerusakan pemukiman serta fasilitas umum.
Laporan situasi respon cepat yang dilakukan Unit Kebencanaan Walhi Sulteng bersama jaringannya pada 29 Juli 2022, mencatat ada 30 rumah di dusun 2 rusak berat, 8 rumah hanyut, hilang di dusun 2 serta 32 rumah juga rusak berat di dusun 3.
Selain kerusakan dan kehilangan terjadi juga pengungsian sebanyak 472 kepala keluarga dengan jumlah 1.439 jiwa. Di antaranya 6 bayi, 159 balita, 12 anak, 26 ibu hamil, 107 lansia dan disabilitas sebanyak 2 orang.
Kebutuhan mendesak warga adalah air bersih, latrine, alat penerangan (Genset), penampung air (tandon, ember, jerigen), perlengkapan pembersihan material (kereta dorong/artco, sekop, cangkul, jungleboot) dan keperluan perempuan ibu dan anak (hygiene kit).
Meski tindakan respon cepat serta penyaluran kebutuhan mendesak bagi warga pengungsian di Desa Torue saat ini telah dilakukan berbagai pihak.
Tetapi hal terpenting adalah mencari dan memastikan penyebab utama seringnya banjir bandang pada titik-titik rawan di Sulteng yang terjadi pada 6 bulan terakhir sejak Januari 2022 hingga Juli 2022. Seperti di Kabupaten Buol, Tolitoli, Morowali, Sigi, Donggala dan bersamaan kejadiannya baru-baru ini di Parigi Moutong, Palu dan Banggai.
Sejauh ini, secara umum alih fungsi lahan, perubahan bentangan dan kontur alam serta tutupan vegetasi yang tidak memadai menjadi pemicu utama seringnya banjir bandang ketika intensitas curah hujan meninggi di suatu daerah.
Olehnya Walhi Sulteng berharap perhatian serius dari pemerintah dan pemerintah daerah, terutama pengurangan dan pengendalian alih fungsi lahan berupa perizinan baik untuk pertambangan skala besar, perkebunan skala besar maupun perkebunan untuk pertanian bagi petani memungkinkan mendorong agroforestri tanaman lokal dan campuran, perbaikan vegetasi diwilayah-wilayah hulu guna penyerapan air lebih maksimal serta perbaikan daerah aliran sungai (DAS) dan saluran-saluran air.
Pun juga pemerintah daerah yang terdampak, melakukan pemenuhan hak pasca bencana, khususnya rumah rusak dan hilang, sebaiknya tidak menggunakan standar administrasi kependudukan sebagai syarat acuan guna mempermudah mendapatkan akses pemenuhan hak-hak dasar penyintas.(***).